BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Penyakit radang
pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah menyebar ke
dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba fallopii dan
ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi serius dan
sangat membahayakan jiwa. Infeksi tersebut juga sangat umum. Satu dari 7 wanita
Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta
kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M. D.,profesor
pada Division of Gynegology Oncology,University of Floridadi Jacksonville.
Kurang lebih 150
wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk memperhatikan
gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran
lainnya,serangan infeksi ini diketahui sangat meningkatkan risiko seorang
wanita untuk menjadi mandul. Ketika bakteri-bakteri yang menyerang menembus
tuba fallopii, mereka dapat menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang
lunak, menyebabkan sukarnya (atau tidak memungkinkannya) sebuah telur masuk ke
dalam rahim.
Pembuluh yang
tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak melakukan kontak
dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang mengkhawatirkan
yaitu setelah satu episode infeksi ini,
resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%. Setelah infeksi
kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan
infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%. Secara
keseluruhan, dapat diperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang
lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun.
Kekhawatiran
besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini dapat
meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan
sebesar enam kali lipat. Alasannya : karena tuba falopii sering mendapatkan
parut (bekas luka) yang timbul karena infeksi ini, telur yang turun mungkin
akan macet dan hanya tertanam di dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di
luar kandungan per tahun dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini.
Pada kesempatan
ini akan dibahas beberapa penyakitradang panggul seperti cervisitis,
endometritis dan endometriosis.
2. Tujuan
·
Untuk dapat
mengetahui dan memahami macam – macam peradangan pada genitalia interna
·
Untuk dapat
mengetahui tanda dan gejala dari radang genitalia
·
Untuk dapat
melaksanakan asuhan kebidanan pada radang genitalia interna
·
Untuk menambah
wawasan para pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
A. CERVICITIS
1.
Pengertian cervicitis
Cervicitis ialah radang dari selaput
lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya
terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan
dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008). Pada seorang multipara dalam keadaan
normal canalis cervikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium
uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium
uteri internum.
Walaupun
begitu canalis cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya lendir yang
kental yang merupakan barier terhadap kuman-kuman yang ada didalam vagina.
Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang
menimbulkan ectropion.(Sarwono, 2008)
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari
kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya
terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi
disbanding selaput lendir vagina. ( gynekologi . FK UNPAD, 1998 )Juga merupakan
:
a. Infeksi non spesifik dari serviks
b.Erosi
ringan ( permukaan licin ), erosi kapiler ( permukaan kasar ), erosi folikuler
( kistik )
c. Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah
melahirkan. Terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini
adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat
hubungan seks). Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan
setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim
luka lokal disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti
tingtura, dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya
(cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat
menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian
atas.
2. Etiologi
Servisitis
disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan
mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti
streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . Kuman-kuman ini
menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam
jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga
disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat
atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.
Servicitis dapat disebabkan oleh
salah satu dari sejumlah infeksi, yang paling umum adalah :
a. Klamidia dan gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus. Gonorroe, sediaan hapus dari fluor
cerviks terutama purulen.
c. Peran Mycoplasma
genitalium
dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan servisitis masih
dalam penyelidikan.
d. Sekunder terhadap kolpitis.
e. Tindakan intra dilatasi dll.
f. Alat-alat atau obat kontrasepsi.
g. Robekan serviks terutama yang
menyebabkan ectroption/ extropin
3.
Patofisiologi
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah
melahirkan dengan luka-luka kecil atau besra pada cerviks karena partus atau
abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam endocerviks dan
kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran
patologis dapat ditemukan :
a.
Cerviks
kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi
endokopik dalam stroma endocerviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala,
kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
b.
Disini
pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan
yang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret
dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur nanah.
c. Sobekan pada cerviks uteri disini
lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari luar (eksotropion).
Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari vagina, karena radang
menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras : sekret bertambah
banyak.
4.
Klasifikasi.
a. Cervicitis
Akut.
Cervicities akut dalam pengertian yang lazim ialah
infeksi yang diawali di endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe, dan pada
infeksi post-abortum atau post-partum yang disebabkan oleh Streptoccocus,
Stafilococcus, dan lain-lain. Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan
mengeluarkan cairan mukopurulent. Akan tetapi, gejala-gejala pada serviks
biasanya tidak seberapa tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang
bersangkutan.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi
tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi cervicitis kronis.
Cervicitis akut sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan,
sebukan neutrofil, dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering
terserang dibandingkan ektocerviks. Cervicitis akut biasanya merupakan
infeksi yang ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia
trachomatis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Agen
yang ditularkan secara non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus dapat
pula diisolasi dari cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak jelas.
Cervicitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.
Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa
nyeri. Beratnya gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.
b.
Cervicitis Kronis.
Penyakit ini dijumpai pada wanita yang pernah
melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus abortus
memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya,
lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
a. Serviks kelihatan normal; hanya
pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma
endoserviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran
secret yang agak putih-kuning.
b. Disini pada portio uteri sekitar
ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan
secara jelas dari epitel portio disekitarnya, secret yang ditularkan terdiri
atas mucus bercampur nanah.
c. Sobekan pada serviks uteri disini
lebih luas dan mukosa endosekviks lebih kelihatan dari luar. Mukosa dalam
keadaan demikian mudah kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks
bisa menjadi hipertrofis dan mengeras ; secret mukopurulen bertambah pendek.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian
vaginal portio uteri dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak,
tumbuh kedalam stroma dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar,
sehingga terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit,
sel plasma, dan histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua
wanita. Oleh karena itu, cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis
keberadaan kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan
penebalan seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen
biopsy dianggap penting untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Cervisitis kronis paling sering terlihat pada ostium
eksternal dan canalis endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis
fibrosa saluran kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila
terdapat folikel limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis
folikular terkadang digunakan. Secara klinis, cervisitis kronis sering kali
merupakan temuan kebetulan. Namun, cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret
vaginal, dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks
dapat menyebabkan stenosis, yang menimbulkan inferilitas.
5.
Gejala
Klinis
Keputihan
hebat, biasanya kental dan biasanya berbau, sering menimbulkan erosi pada
portio yang tampak seperti daerah merah menyala. Pada pemeriksaan
inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang kental keluar dari kanalis
servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion (mukosa kanalis servikalis
tampak dari luar), maka harus diingat kemungkinan gonorroe
Gejala-gejala
non spesifik seperti nyeri punggung, dan gangguan kemih, perdarahan
saat melakukan hubungan seks.
6.
Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi
insiden kanker serviks yaitu:
1. Usia.
2. Jumlah perkawinan
3. Hygiene dan sirkumsisi
4. Status sosial ekonomi
5. Pola seksual
6. Terpajan virus terutama virus HIV
7. Merokok
7.
Tanda
dan Gejala
1.
Perdarahan
2. Keputihan
yang berbau dan tidak gatal
3. Cepat
lelah
4.
Kehilangan berat badan
5. Anemia
8. Manifestasi
Klinis
Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan
warna putih atau puralen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus,
perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat
lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat
teraba membesar, ireguler, terraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka
terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan
dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.
9. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak
memberikan respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2
tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki
rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini
dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80%
rekurensi dalam 2 tahun.
10. Pemeriksaan
Penunjang
Sitologi,
dengan cara tes pap Ø
Tes Pap :
Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks.
Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ)
dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50%
sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan
hasil positif palsu sebesar 3-15%.
Kolposkopi Ø
Servikografi Ø
Pemeriksaan Ø visual
langsung
Gineskopi Ø
Pap Ø net
(Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
11. Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat
dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju,
kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini
melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10
hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol,
satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun
bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun
dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.
12. Pengobatan
Luka yang terinfeksi seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya, harus
diatasi dengan pemasangan brainase. Salah satu terapi kombinasi antibiotik
berspektrum luas. Harus diberikan kepada keadaan ini. Rasa nyeri diringankan
dengan penggunaan preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin,
pemasangan indwelling catheter harus dilakukan.
B. Endometritis
1. Pengertian Endometritis
Endometritis
adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus.
Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari
endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal
keparahan radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan
tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium
dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme nonspesifik
primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium
pyogenes dan gram negatif anaerob.
Endometritis
adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim.
2. Etiologi Endometritis
Kuman-kuman
memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam
waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan
kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan
mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta
cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah yang sehat
terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang
lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya
infeksi endometrium pada saat:
a. Persalinan,
dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan
terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b. Pada
saat terjadi keguguran.
c. Saat
pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.
Diduga
uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu melahirkan.
Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus terkontaminasi
mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses melalui
relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada
berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A.
pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus,
menyebabkan lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan
uterus seperti involusi uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi
eliminasi kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin
dan inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk kontaminasi pada traktus
genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi endometritis dan
berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
3. Gambaran Klinik Endometritis
Gambaran
klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan derajat
trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah,
sisa-sisa palsenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra
dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan
diatasi. Uterus pada endometriosis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas, penderita pada
hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri. Mulai hari ke-3
suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan
nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal
kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya
berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang
sedikit dan tidak berbau.
Endometritis
dapat terjadi penyebaran:
a. Miometritis (infeksi otot rahim)
b. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c. Salpingitis (infeksi saluran telur)
d. Ooforitis (infeksi indung telur)
e. Dapat terjadi sepsis (infeksi
menyebar)
f. Pembentukan pernanahan sehingga
terjadi abses pada tuba atau indung telur.
4. Jenis-jenis Endometritis
1.
Endometritis
Akut
Terutama
terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis postpartum,
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis postpartum
pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis postabortum terutama
terjadi pada abortus provocatus. Endometritis juga dapat terjadi pada
masa senil.
Pada
endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit
berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus, dan
oleb sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di sini. Infeksi post
abortum dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks
uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte
d’entree bagi kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat yang digunakan pada
abortus dan partus dan tidak sucihama dapat membawa kuman-kuman ke dalam
uterus.
Pada
abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke miometrium
dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke parametrium,
tuba dan ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akuta dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam
keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain
endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke dalam uterus, memasukkan
IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung
dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akuta
tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa
pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan
pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam
pengobatan endometritis akuta yang paling penting ialah berusaha mencegah agar
infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
a. Demam
b. Lochia berbau, pada endometritis postabortum
kadang-kadang keluar fluor yang purulent.
c. Lochia
lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.
d. Jika radang tidak
menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri.
e. Nyeri
pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.
2.
Endometritis
Kronik
Kasusnya
jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium,
tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar
artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejala-gejala
klinis endometritis kronika ialah, leukorea dan menoragia. Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya.
Endometritis
knonika ditemukan:
a.
pada tuberkulosis;
b.
jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;
c.
jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;
d.
pada polip uterus dengan infeksi;
e.
pada tumor ganas uterus;
f.
pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.
g.
Fluor albus yang keluar dari ostium
h.
Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Endometritis
kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terus-menerus karena adanya benda
asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri. Dahulu
diagnosis endometritis kronika lebih sering dibuat daripada sekarang.
Sejak penelitian fundamental dari Hitshcmann dan Adler tentang histology
endometrium selama siklus haid, diketahui bahwa banyak perubahan yang ditemukan
dalam endometrium dan yang dahulu dianggap patologik adalah gambaran normal
dari endometrium dalam berbagai fase siklus haid.
Endometritis
tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tuberculosis
genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan tuberkel di tengah-tengah
endometrium yang beradang menahun.
Endometritis
tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita dengan salpingitis
tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang asimptomatik,
endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita dengan infertilitas
dilakukan biopsy endometrial dan ditemukan tuberkel dalam sediaan. Terapi
yang kausal terhadap tuberculosis biasanya dapat menyebabkan timbulnya haid
lagi.
Pada
abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua
dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada
partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
5. Diagnosa Endometritis
Secara
klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada
vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis
tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi
pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum
adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan
visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah
penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan
isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik
atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik,
pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi
dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina.
Sangat
penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus endometritis
di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum
dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang
rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina
yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan
vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat
palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding
uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah
tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat
periode postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh
inseminator untuk memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada
uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan
berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis.
Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai
abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi
uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan
menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau
subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis
dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada
dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya
endometritis dan adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan
menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis
dengan koloni coccus.
Cara
sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan
mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat,
menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan
deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva
menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui
vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik
eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan
biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual
telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase
respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa
vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat
dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil-
lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina.
Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa
tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan
mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang
digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
6. Penanganan Endometritis
1. Endometritis Akut
Terapi:
a. Pemberian
uterotonika
b.
Istirahat, posisi/letak Fowler
c.
Pemberian antibiotika
d. Endometritis
senilis, perlu dikuret untuk mengesampingkan diagnosa corpus carcinoma.
Dapat diberi estrogen.
2. Endometritis Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk
diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus uteri, polyp atau myoma
submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan emndometritis
tuberkulosa. Kuretase juga bersifat terapeutik.
C. Myometritis
1.
Pengertian
Myometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus
setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis,
sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.
2. Klasifikasi
a. Metritis
akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat
pada abortus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri
sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan
pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan
metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan
limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis
Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis
yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar
dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada
seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat
kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi :
1)
Abses pelvik
2)
Peritonitis
3)
Syok septic
4)
Dispareunia
5)
Trombosis vena yang dalam
6)
Emboli pulmonal
7)
Infeksi pelvik yang menahun
8)
Penyumbatan tuba dan infertilitas
3.
Faktor
Predisposisi
a. Infeksi abortus
dan partus
b. Penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post
curettage
4. Gejala – gejala
a. Demam
b. Keluar lochea berbau
/ purulent, keputihan yang berbau
c. Sakit pinggang
d. Nyeri abdomen
e. Nyeri saat
berhubungan seksual
f. Nyeri di daerah
pelvic
g. Nyeri di punggung
kaki (betis)
h. Gangguan kesuburan
i. Gangguan
buang air besar (sembelit atau kembung)
5. Komplikasi
Dapat
terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
a.
Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b.
Salpingitis (infeksi saluran otot)
c.
Ooforitis (infeksi indung telur)
d. Pembentukan
pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
6.
Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a. Antibiotika
spektrum luas
Ampisilin 2 g iv / 6 jam
Gentamisin 5 mg kgbb
Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b. Profilaksi
antitetanus
7.
Manajemen
-Antibiotik kombinasi
-Transfusi jika diperlukan
D. Parametritis
1. Definisi
Parametritis
adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang ini biasanya
unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi
beberapa jalan:
Secara
rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium memalui 3 cara yaitu:
1.
Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis
2.
Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum
3. Penenyebaran
sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal terbatas pada
dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika
menjalar ke atas , dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas
ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.
Radang
paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi bisa juga ke
depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila terjadi abses,
dan proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan keluar yaitu di atas
ligamentum pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina obturatorium ke
paha bagian dalam, dan sebagianya. Parametritis dapat juga menahun dan di
tempat radang terjadi fibrosis.
Kalau
terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula
lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi hanya
pada dasar lig. Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat menempati
seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas
lig. Inguinale.
Kalau
filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang cervix.
Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat memecah di
daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum douglas.
Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka
cervix, lebih sering terdapat pada primipara daripada multipara.
2.
Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
1)
Dari endometritis dengan 3 cara :
1. Per
continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.
2.
Lymphogen.
3.
Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
2)
Dari robekan serviks
3)
Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
3.
Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe
atau tromboflebitis →
Infeksi menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan
limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi
reaksi :
1.
Kalor
2.
Dolor
3.
Nyeri hebat
4.
Nafsu makan berkurang
5.
Asam lambung meningkat
6.
Reaksi mual
7.
Vasodilatasi
8.
syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4.
Tanda
dan gejala
1. Suhu
tinggi dengan demam tinggi
Parametritis
ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap
lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan ada nyeri sebelah
atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada kaki.
Pada
perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis menjadi
lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di
sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul,
dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu
bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap
menjadi naik turun disertai dengan menggigil.
2.
Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
3. Nyeri unilateral tanpa gejala
rangsangan peritoneum, seperti muntah
5.
Diagnosis
Dalam
minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata
adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang
penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit,
suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya
juga lebih banyak.
6.
Prognosis
Yang
paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi tetap di
bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130, apalagi kalau
tidak ikut turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang
continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang remittens. Demam
menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan tanda-tanda yang
kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau sangat
tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman
penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa. Menurut
derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas
tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis
dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang
sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7.
Penatalaksanaan
1) Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh
karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan
untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya
diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang
karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha
pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan
lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan
dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua
petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker,
alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan
dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah
sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah
partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama
postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari
luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama
dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
2) Pengobatan
Antibiotika
memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena
pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai
tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan memberika
antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam
dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan
lain-lain.
Disamping
pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan
badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang
mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok
dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Jika
keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri dan
penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat.
Dengan terapi ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan
penderita sering kali hilang atau sangat berkurang. Pada sellulitis
pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi
abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya
nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar
tidak sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu diadakan
pembukaan tumor dan drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan
ke jaringan tubuh yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat
insici ialah di atas lipat paha atau pada cavum douglas.
3. Penanganan
Beri
antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan metronidazol.
Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg 1M setiap 6 jam.
Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di bawa ke rumah sakit daerah.
Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg 1M setiap 6 jam.
Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di bawa ke rumah sakit daerah.
E.
Adnexitis
1.
Pengertian
Adnexitis
adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan yang
berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari
adnexitis antara lain: pelvic inflammatory disease, salpingitis, parametritis,
salpingo-oophoritis.
2. Gejala:
•
Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan haid(bukan pre
menstrual syndrome)
•
Menorrhagia
•
Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
• Nyeri saat berhubungan intim
• Demam
• Nyeri punggung
• Keluhan saat buang air kecil
3. Penyebab
Radang
atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus,
tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau
menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling
banyak adalah infeksi gonorrhea(kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi
setelah aborsi dan masa nifas. Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa
tindakan, seperti kerokan, laparotomi, pemasangan IUD dan perluasan radang dari
alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Peradangan
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina
dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii.
90-95%
kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit
menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus,
streptokokus).
Infeksi
ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun
selama kehamilan.
Penularan
yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke
dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD,
persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).
Penyebab
lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
• Aktinomikosis
(infeksi bakteri)
• Skistosomiasis
(infeksi parasit)
•
Tuberkulosis.
•
Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4. Faktor
resiko terjadinya PID:
• Aktivitas
seksual pada masa remaja
• Berganti-ganti
pasangan seksual
• Pernah
menderita PID
• Pernah
menderita penyakit menular seksual
•
Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5.
Terapi
Penyakit
ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari derajat
penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan
pemberian obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk
menghilangkan organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara
konvensional (pemberian antibiotik) tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit
ini melalui hubungan seksual, maka pasangannya juga harus mendapat terapi
pengobatan, sehingga tidak terinfeksi terus menerus. Pembedahan perlu dilakuan
jika :
•
Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
•
Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
•
Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan
adneksitis akuta
F. PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau
peritoneum.
2. Etiologi
Secara
umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1.
Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi
lambung, usus, kandung empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya
peritoneum sangat kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung
terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung
mengalami penyembuhan jika diobati.
2.
Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga
abdomen.
3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi.
3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi.
4.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut
5.
Iritasi tanpa infeksi
Misalnya
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
6. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
6. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi
cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Respon umum terhadap
kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam gambar l. Jika defisit
cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin, dapat memulai
kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu
terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen,
lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup
katabolisme otot untuk menyediakan asam amino skeleton untuk sintesis energi
dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan cepat berkurang secara
dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin relatif.
Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan
hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes.
4. KLASIFIKASI
A. Peritonitis Primer
A. Peritonitis Primer
Peritonitis
yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum.
Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
1.
Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita
terbanyak berusia ± 4 tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti
tonsilitis atau faringitis.
2.
Peritonitis
pneumococcus
Penyebabnya
adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak perempuan berusia 3-10 tahun,
akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh pneumonia
dan infeksi telinga tengah.
3.
Peritonitis gonococcus
Sering
terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4.
Peritonitis
tuberculosis
Penyebabnya
adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada semua golongan umur.
B. Peritonitis Sekunder
Peritonitis
yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum, biasanya :
·
Infeksi
peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis pankreas.
·
Sering
disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering
adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
·
Pemasangan
benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
1) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus
2) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
1) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus
2) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
3)
Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5. Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran
klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi umum
penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
1.
Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi
tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
2.
Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap
sebagai tanda peritonitis dan ileus.
3.
Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.
4.
Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
5.
Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak
adanya nyeri tekan.
6.
Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari
peritonitis.
7.
Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
1.
Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik
asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi
kegagalan-kegagalan ; pernapasan, hepatik dan renal
2.
Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus
paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan
usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus
perforasi.
6. Diagnosa
Diagnosa
peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi,
Secara
umum ditegakkan berdasarkan :
THERAPI
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan
peritonitis :
1. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal
dengan puasa dan pemasangan selang nasogastrik yang bertujuan untuk
pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat ileus paralitik.
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan
elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
3. Antibiotika berspektrum luas
diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil pembiakan
laboratorik keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase
bedah, walaupun drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia
dosis yang cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama
operasi.
4. Oksigen dan dukungan ventilasi.
Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke hipoksemia yang disebabkan oleh
pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen yang cukup adalah
penting.
5. Obat - obat yang menstimulasi
aktivitas usus tidak boleh diberikan.
6. Penyakit yang berhubungan dan
akibat umum peritonitis harus diobati
7. Pembedahan
7. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan
penatalaksanaan peritonitis yang fundamental. Penyingkiran atau penutupan
sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan segera. Segala usaha harus
dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material - material
infeksius.
c.
Cairan
peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan
antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.
d.
Drainase
(pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu dengan
segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau terpisah dari
ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat
mengganggu organ dalam. Indikasi drainase adalah :
•
Pengumpulan pus yang terlokalisir.
•Suatu
daerah dari jaringan mati yang tidak dapat
dibuang.
• Penutupan organ berongga yang tidak aman.
dibuang.
• Penutupan organ berongga yang tidak aman.
•
Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan usus,
darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
8. Perawatan pasca bedah harus sangat
seksama pada penderita yang keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan dan
bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi
setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang terbentuk pada
rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan.
KOMPLIKASI
a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b.Sepsis
pada penderita peritonitis bakterial.
c.Kegagalan
organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian beberapa hari
sebelumnya.
d.Abses
abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di
kemudian hari.
PROGNOSA
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan, penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyakit radang panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna, yang disebabkan
berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium,
tuba, ovarium parametrium, dan
peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum
dan organ sekitarnya, secara homogen,ataupun akibat penularan secara
hubungan seksual.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui
vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus
PID disebabkan oleh bakteri yang juga
menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya clamidia, gonare, mikroplasma,
stafilokokous,streptokus).
Gejala biasanya muncul segera setalah
siklus menstruasi. Penderita
merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin
memburuk dan disertai oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi.
Tuba yang tersumbat bias membengkak
dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri
menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke
struktur di sekitarnya,menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ –
organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
B.
Saran
·
Kepada para
pembaca agar dapat menindaklanjuti jika terdapat tanda-tanda dari radang
genetalia interna
·
Jika terdapat
gejala- gejala dari radang genetalia interna,bisa segera mengunjungi klinik
bidan atau ke rumah sakit terdekat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Mochtar,
Prof. Dr. Rustam, Sinopsis Obstetri, ECG, Jakarta, 1989.
·
.Sarwono
P. Ilmu Kamdungan , Jakarta, 2005
·
Keluarga
Berencana Untuk Bidan. EGC. Jakarta.
Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu
Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
·
Scoot,
J. 2002. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, Widya Medika.
terimakasih buat artikelnya... sangat bermanfaat sob...
BalasHapushttp://cv-pengobatan.com/pengobatan-alami-radang-panggul/